Mempersiapkan Anak Menjadi Penghafal Quran
#SerialBacaTak ada satu pun orang di dunia ini yang tidak menginginkan seorang anak yang menghafal quran.
Maraknya fenomena penghafal quran dekade ini begitu menelisik hati saya untuk bercita-cita memiliki anak-anak penghafal quran. Jujur dari diri saya sendiri sebenarnya bukan karena penghafal quran lagi ngehits, atau iming-iming imbalan akhirat yang akan didapat (meskipun berharap juga). Alasan utama saya adalah agar anak-anak dan keturunan saya kelak di akhirat tidak akan pernah menyesal sudah berjuang di dunia ini, menjadi manusia yang bermanfaat, menjadi bagian dari kebangkitan Islam tentunya.
Saya sadar betul akan kekurangan saya. Karena itulah, insyaallah saya akan melakukan yang terbaik untuk kehidupan saya sendiri.
Nah dari beberapa penelusuran informasi, belajar dari orang tua-orang tua kece ternyata jika memang serius ingin anaknya menjadi apa, kitanya sendiri juga harus serius. Berikut ini adalah mempersiapkan anak menjadi penghafal quran versi Ustad La Ode Abu Hanafi aka Ayah Musa (Hafidz Cilik). Musa mampu menghafal quran di usianya yang relatif kecil. 5,5 ~ 6,5 tahun.
- Mencarikan ibu yang sholeh
- Sudah menikah = seorang istri harus senantiasa memperbagus atau mempersoleh dirinya sendiri.
- Belum menikah = menyiapkan dan memantaskan diri.
- Daily activity at home
- Yang dibaca = quran, cerita-cerita orang sholeh, kisah-kisah sejarah atau tafsir quran. Yang jelas apa yang dibaca anak, adalah hal-hal yang bermanfaat, yang membuatnya cerdas dan yang Allah meridhainya.
- Yang didengar = quran
- Yang dilihat = hal-hal yang baik, yang tidak memperlihatkan aurat, dan yang berfaedah.
- Protect terhadap teman main anak
"Kesolehan anak tergantung pada lingkungan (teman mainnya)", merupakan kutipan yang saya peroleh dari ayah Musa. Menurut saya sendiri hal ini memang betul, karena dari pengamatan saya anak-anak akan bertingkah dan berfikir seperti teman-temannya. Lantas apakah kita akan melarang anak-anak kita untuk berteman saking takutnya sang anak akan berakhlak yang kurang baik? T I D A K. Justru hal ini yang akan menjadi tantangan untuk kita, bagaimana kita mampu mengatur, membatasi dan memilihkan teman bermain untuk anak-anak kita.
Pola Keseharian Yang Diterapkan
- Jam 02.30 pagi sudah bangun kemudian wudhu dan langsung muroja’ah di depan Abinya sampai jam 04.00 pagi.
- Kemudian menambah hafalan barunya dan menyetorkannya sampai Adzan Subuh berkumandang. Kemudian di stop untuk sholat.
- Selesai sholat langsung tambah hafalan dan stok sampai jam 07.30 pagi, kemudian istirahat (sarapan, minum dan main) sampai jam 8.30.
- Kemudian muroja’ah sampai jam 10.00 atau 10.30 memperhatikan maju mundurnya waktu sholat.
- Jam 10.00 atau 10.30 wajib tidur sampai Adzan Dzuhur berkumandang, kemudian ke masjid.
- Setelah sholat, tambah hafalan baru dan stok sampai jam 13.30 siang, kemudian istirahat dan makan siang sampai jam 14.00 siang. Kemudian muroja’ah sampai Ashar.
- Setelah Ashar, tambah hafalan baru dan muroja’ah sampai jam 17.00 sore.
- Kemudian main sebentar dan umumnya menyiapkan untuk pergi ke mesjid sholat Maghrib.
- Setelah Maghrib muroja’ah sampai Isya’ dan makan malamnya setelah sholat Isya’, terkadang muroja’ah sampai mendekati waktu Isya dan langsung makan malam, (baru sholat Isya’-red).
- Setelah sholat Isya’ harus tidur.
- Tiap 4 atau 5 hari dia libur. Pada hari libur tersebut, Musa full bermain.
Boyolali (Solo), 22 Juni 2017 | ©www.anitasarisukardi.com
Image Source: islamicity.org