"Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi."
(Penggalan QS. Ar Ra'd : 17)

Agar Bekerja Bernilai Ibadah

Beberapa waktu lalu saya mengikuti acara "Family Gathering" kantor. Setelah beberapa kali tidak bisa mengikuti beberapa acara kantor, akhirnya pada kesempatan ini bisa bergabung juga. Gathering diadakan di Sari Ater Bandung, tidak jauh memang tapi cukup menjadi hiburan bagi kami para pegawai.

Seperti biasanya acara terdiri dari team building, sharing malam, hiburan, dan permainan. Kali ini saya tidak begitu in mengikuti acara terutama yang berkaitan dengan banyak gerak. Maklum sedang berbadan dua. Bedanya tahun ini suami saya yang aktif mengikuti beberapa acara.

Malam hari sesi sharing malam, direktur memberikan sepatah dua kata yang menurut saya cukup bagus. Beliau menjelaskan beberapa hal tentang waktu. Yah ternyata memang begitu singkat, ketika kita hidup dengan kontrak beberapa tahun maka kontrak itu akan selesai pada waktunya. Lalu yang tersisa hanyalah penyesalan, karena kurang maksimalnya detik-detik berlalu.

Sebagian besar dari kita pasti menghabiskan waktu untuk bekerja, lantas bagaimana agar "bekerja" tidak berlalu begitu saja? Bagaimana agar bekerja bernilai ibadah? sehingga kita tidak merugi di kemudian hari.

Agar bekerja bernilai ibadah
  1. Niat karena Allah dan pelaksanaannya harus berlandaskan keimanan dan sesuai tuntunan.
  2. Berkerja dengan sungguh-sungguh dan profesional.
  3. Bekerja dengan jujur dan bertanggung jawab.
  4. Menjunjung tinggi etika dan moral.
  5. Tidak melalaikan diri dari ibadah wajib kepada Allah.
  6. Di sisa waktu (ketika selesai bekerja dan masuk waktu tidur) maka laksanakan adab-adab ketika hendak tidur.
“Dan Katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan di kembalikan kepada ( Allah ) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(Q.S. At-Taubah: 105)

Bandung, 6 November 2018 | ©www.anitasarisukardi.com
Image Source: Google

The Power of Sholawat (Punya Kulkas)



Sembilan bulan sudah saya menyandang status seorang "Istri". Sejak bulan Mei, saya sudah berada di Bandung meninggalkan hiruk pikuk kota Jakarta. Kota yang lebih mendewasakanku.

Betul kata orang-orang, bahwa kehidupan rumah tangga akan jauh berbeda ketika masih lajang. Berumah tangga selain harus siap dengan hadirnya pasangan, harus siap juga dengan peran orang tua.

***

Ijinkan menceritakan kisah hidup saya yang ke-sekian kalinya. Semenjak saya serumah dengan suami, saya dan suami hidup dengan sederhana. Tempat tinggal kami tidak seperti pasangan yang lain yang sudah mempunyai rumah sendiri dan isi rumah yang lengkap. Tak ada sofa untuk tamu, kulkas, mesin cuci dan tentunya barang-barang lain yang umumnya ditemukan di rumah orang lain. Meskipun banyak beberapa hal yang kurang dalam rumah kami, kami tidak merasa kekurangan itu sebagai beban dan penghambat aktivitas kami sehari-hari. 

Rumah kami melewati jalan besar yang di pinggir jalannya terdapat banyak pertokoan. Ada salah satu toko yang memajang sebuah lemari es. Ada rasa untuk memiliki benda itu di dalam hati. Karena beberapa kejadian yang membuatku sedikit miris, apalagi insyaallah kami akan mempunyai anak pertama. Namun apa daya, karena kami merasa benda itu belum menjadi prioritas UTAMA kami, maka saya memilih bersabar sembari selalu bersholawat.

Tiap kami bepergian melintasi toko itu, sembari memandang benda itu saya bersholawat. Selalu. Selalu. Dan selalu.

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Percaya atau tidak. Alhamdulillah. Bebeberapa hari lalu, datanglah benda itu ke rumah kami. Allah memberikan hadiah itu untuk kami. Di saat tak ada tempat bagiku untuk berkeluh kesah dan meminta (karena saya malu, dan saya bukan pengemis), maka hanya kepada Allah lah satu-satunya tempatku berharap dan meminta.

Bandung, 6 November 2018 | ©www.anitasarisukardi.com
Image Source: Google