My First Book (Perempuan & Al Quran)
"Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi."
(Penggalan QS. Ar Ra'd : 17)
Beberapa hari ini, gue kembali dengan beribu-ribu pertanyaan tentang kehidupan. Gue merasa belum cukup berbuat apapun sampai detik ini. Kaya raya belum, punya perusahaan yang bisa memperkerjakan orang lain pun belum.
Lalu gue kembali memikirkan keadaan ketika orang tua gue meninggal. Apa yang bakal bisa gue lakuin untuk mereka sekarang. Apa yang bisa gue lakuin untuk mereka manakala sudah meninggal. Gue mulai mengingat kembali kenangan-kenangan kebiasaan orang tua gue.
Abah gue suka memberi sesuatu ke sanak saudara, entah uang atau berbentuk barang. Kalau emak gue suka berkunjung ke makam nenek dan kakek gue sembari bertemu dengan adik-adiknya. Akhirnya gue menyadari bahwa "Oh iya gue harus tetap melanjutkan kebaikan orang tua gue kepada orang-orang yang biasanya orang tua gue lakuin". Keduanya berat buat gue saat ini, karena gue belum mempunyai uang yang melimpah ruah. Semoga Allah memampukan gue untuk melakukan kebiasaan yang orang tua gue lakukan.
Itulah "Estafet Kebaikan", kebaikan yang terus dilakukan tanpa mengenal waktu dan ruang. Tugas kita adalah bagaimana cara kita membentuk kader untuk itu. Jikalau gue memahami estafet kebaikan ini dari membaca dan berfikir sendiri, mungkin akan berbeda jika hal ini gue turunkan ke anak gue. Gue harus memberikan pemahaman ke anak gue, sehingga dia mampu berfikir bahwa ini adalah tugas. Tugas yang dilakukan dengan kesadaran dan keimanan penuh kepada Allah tanpa berfikir bahwa tugas ini adalah suatu beban. Selain itu, estafet kebaikan ini harus dipersiapkan dari awal bagaimana memulainya agar estafet kebaikan ini terwujud, misalnya kita harus mempersiapkan materi (uang) dari sekarang agar kelak ketika melakukannya mudah. Caranya adalah dengan bekerja keras untuk menghasilkan uang. Lalu percayalah bahwa ketika kita sudah bekerja keras, Allah pasti akan mengabulkan segala yang kita minta.
Assalamu'alaikum wr.wb
Alhamdulillah hari ini Allah perkenankan saya untuk belajar mengenai komunikasi kepada orang lain, khususnya dalam keluarga. Berikut ini merupakan point-point yang dibahas oleh ustadz Aan.
Beberapa lalu gue mengikuti kajian online bersama Ustadzah Ninih (Istri Aagym). Beliau menjelaskan mengenai kiat bahagia untuk muslimah.
Kurang lebih dari pemaparan beliau persis dengan pandangan gue, bahwa bahagia itu dicipta oleh pribadi (berasal dalam diri).
Kuncinya untuk menjadi muslimah bahagia adalah dengan 5 Jangan.
Gue merasa ada sesuatu yang berbeda sejak aahva demam selama dua minggu (tiga bulan yang lalu). Gue merasa tak lagi bertatap muka dengan aahva. Namun, kala kontrol terakhir dokter mengatakan bahwa itu salah satu proses kesembuhan. Gue semakin hari semakin tak tenang, aahva sering kali terjeduk. Aahva pun sering jatuh ketika jalan. Sering marah-marah dan teriak-teriak.
Akhirnya gue memutuskan memeriksakan aahva. Gue periksa ke Prof. Dadang, dari hasil diagnosa beliau aahva menunjukkan gejala autis awal (ADHD). Beliau menyarankan gue untuk membawa aahva ke dokter tumbuh kembang anak. Gue syok. Gue tak pernah terfikir akan hal ini.
Gue pun akhirnya membawa aahva ke dokter rujukan Prof. Dadang. Hasilnya pun sama, aahva didiagnosa ADHD. Gue terdiam, meski pake sesenggukan.
Gue ingat betul buku-buku yang gue baca, bahwa anak adalah satu ujian. Gue tak boleh terpuruk meski rasanya sesak. Gue menyesal beberapa waktu sebelumnya yang undercontrol, lupa yang namanya UJIAN. Ujian kali ini gue merasa terkena pukulan telak. Gue juga tak paham apa rasanya jadi suami gue. Akankah gue mampu dengan ujian ini? Akankah gue menyesali keadaan berlarut-larut? Ataukah gue beryukur dengan semua ini?
Saat ini aahva masih menjalani terapinya. Perlahan terdapat perubahan, meski untuk kefokusan penglihatan belum terlihat. Gue tahu betul kami harus membawa aahva untuk melakukan serangkaian tes mata dengan level tinggi. Namun apalah kita, kami masih terkendala dengan keuangan.
Semoga Allah menguatkan kami akan ujian ini. Semoga Aahva bersyukur mempunyai gue sebagai ata dan mas riyan sebagai ayahnya.
Cerita Untuk Mengenang Perjalanan
Copyright 2009, Anita Sari Sukardi |
www.anitasarisukardi.com
Designed by